PERUBAHAN
DAN PERBANDINGA YANG TERJADI PADA UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1986, UNDANG-UNDANG
NO 9 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NO 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA
USAHA NEGARA.
A.
Perbandingan undang-
undang no 5 tahun 1986 dengan undang-undang no 9 tahun 2004.
Terdapat beberapa pasal yang terjadi
perubahan, penambahan dan penghapusan dari kedua undang-undang tersebut berikut
keterangan pasal yang berubah.
Undang-undang no 5 tahun 1986
|
Undang-undang no 9 tahun 2004
|
Undang-undang
no 51 tahun 2009
|
|||||||||||
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini
yang dimaksud dengan :
1. Tata
Usaha Negara adalah
Administrasi Negara yang
melaksanakan fungsi
untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah;
2. Badan
atau Pejabat Tata
Usaha Negara adalah
Badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku;
3. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang berisitindakan hukum Tata
Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum
perdata;
4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara
antara orang atau
badan hukum perdata
dengan Badan atau
Pejabat Tata
Usaha Negara, baik
di pusat maupun
di daerah, sebagai
akibat
dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5. Gugatan adalah permohonan yang berisi
tuntutan terhadap Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara dan
diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan;
6. Tergugat
adalah Badan atau
Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan
wewenang yang ada
padanya atau yang
dilimpahkan
kepadanya, yang digugat
oleh orang atau badan hukumperdata;
7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha
Negara dan/atau Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;
8. Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Tata
Usaha Negara dan/atau Hakim pada
Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara.
|
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77;
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3344) diubah sebagai berikut
|
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengadilan
adalah pengadilan tata
usaha negara dan
pengadilan tinggi
tata usaha negara
di lingkungan
peradilan
tata usaha negara.
2. Hakim
adalah hakim pada
pengadilan tata usaha
negara dan
hakim pada pengadilan
tinggi tata usaha
negara.
3. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku
kekuasaan
kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
4. Komisi
Yudisial adalah lembaga
negara sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
mempunyai
kewenangan untuk
memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara
tertentu yang hanya
dapat dibentuk
dalam salah
satu lingkungan badan
peradilan yang
berada di
bawah Mahkamah Agung
yang diatur dalam
undang-undang.
6. Hakim
ad hoc adalah hakim
yang bersifat sementara
yang memiliki
keahlian dan pengalaman
di bidang
tertentu untuk
memeriksa, mengadili, dan
memutus
suatu perkara
yang pengangkatannya diatur
dalam
undang-undang
7. Tata
Usaha Negara adalah
administrasi negara yang
melaksanakan fungsi
untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan
baik di pusat maupun di daerah.
8. Badan
atau Pejabat Tata
Usaha Negara adalah
badan
atau
pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan
tertulis yang
dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata
usaha negara
yang berisi tindakan
hukum tata usaha
negara yang
berdasarkan peraturan perundangundangan yang
berlaku, yang bersifat
konkret,
individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
10. Sengketa
Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang
timbul dalam
bidang tata usaha
negara antara orang
atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
tata usaha
negara, baik di
pusat maupun di
daerah,
sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata
usaha
negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
11. Gugatan
adalah permohonan yang
berisi tuntutan
terhadap badan
atau pejabat tata
usaha negara dan
diajukan
ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
12. Tergugat
adalah badan atau
pejabat tata usaha
negara
yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang
yang ada
padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya
yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata..
|
|||||||||||
Pasal 2
Tidak
termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undangundang
ini :
a.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat
umum;
c.
Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-undang
Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
atau
peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
f.
Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata
Republik
Indonesia;
g.
Keputusan Panitia Pemilihan,
baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil
pemilihan
umum.
|
Pasal 2
Tidak termasuk
dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang
ini:
a.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c.
Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau
peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan
peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f.
Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
g.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum
baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan
umum.
|
|
|||||||||||
Pasal 4
Peradilan
Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman bagi
rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
|
Pasal 4
Peradilan
Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari
keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
|
|
|||||||||||
Pasal 6
(1)
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kotamadya atau ibukota
kabupaten, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya
atau kabupaten.
(2)
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi, dan
daerah
hukumnya meliputi wilayah propinsi..
|
Pasal 6
(1)
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi
wilayah Kabupaten/Kota.
(2)
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah
hukumnya
meliputi wilayah Provinsi.
|
||||||||||||
Pasal 7
(1)
Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh
Departemen
Kehakiman.
(3)
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh
mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata
Usaha
Negara.
|
Pasal 7
(1)
Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan
dilakukan
oleh Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan
Hakim
dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara.”
|
|
|||||||||||
|
Pasal 9A
Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat
diadakan pengkhususan yang diatur
dengan undang-undang.
|
Pasal 9A
(1) Di
lingkungan peradilan tata
usaha negara dapat
dibentuk pengadilan
khusus yang diatur
dengan
undang-undang.
(2) Pada
pengadilan khusus dapat
diangkat hakim ad
hoc
untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus
perkara
yang membutuhkan
keahlian dan pengalaman
dalam
bidang
tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
|
|||||||||||
Pasal 12
(1) Hakim adalah pejabat yang
melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
(2) Syarat
dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas
Hakim
ditetapkan dalam Undang-undang ini.
|
Pasal 12
(1) Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melakukan
tugas kekuasaan kehakiman.
(2) Syarat
dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas Hakim
ditetapkan
dalam Undang-Undang ini.
|
|
|||||||||||
Pasal 13
(1)
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri,
dilakukan oleh Menteri Kehakiman.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak boleh
mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata
Usaha
Negara.
|
Pasal 13
(1)
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh
mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara.
|
Pasal 13A
(1) Pengawasan
internal atas tingkah
laku hakim
dilakukan
oleh Mahkamah Agung.
(2) Selain
pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1), untuk
menjaga dan menegakkan
kehormatan,
keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, pengawasan
eksternal atas
perilaku hakim dilakukan
oleh Komisi
Yudisial.
Pasal 13B
(1) Hakim
harus memiliki integritas
dan kepribadian tidak
tercela,
jujur, adil, profesional, bertakwa dan berakhlak
mulia,
serta berpengalaman di bidang hukum.
(2) Hakim
wajib menaati Kode
Etik dan Pedoman
Perilaku
Hakim.
Pasal 13C
(1) Dalam
melakukan pengawasan hakim
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 13A ayat
(2), Komisi Yudisial
melakukan
koordinasi dengan Mahkamah Agung.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil
pengawasan
internal yang
dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan
hasil
pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial, pemeriksaan
bersama dilakukan oleh
Mahkamah
Agung dan Komisi Yudisial.
Pasal 13D
(1) Dalam
melaksanakan pengawasan eksternal
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13A
ayat (2),
Komisi Yudisial
mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap
perilaku hakim berdasarkan
Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (2) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) Komisi Yudisial berwenang:
a. menerima
dan menindaklanjuti pengaduan
masyarakat dan/atau
informasi tentang dugaan
pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman
Perilaku
Hakim;
b. memeriksa
dan memutus dugaan
pelanggaran atas
Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c. dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d. menerima
dan menindaklanjuti pengaduan
Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan
di
bawah Mahkamah
Agung atas dugaan
pelanggaran
Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
e. melakukan
verifikasi terhadap pengaduan
sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf d;
f. meminta
keterangan atau data
kepada Mahkamah
Agung
dan/atau pengadilan;
g. melakukan
pemanggilan dan meminta
keterangan
dari hakim
yang diduga melanggar
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku
Hakim untuk kepentingan
pemeriksaan;
dan/atau
h. menetapkan
keputusan berdasarkan hasil
pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Pasal 13E
(1) Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 13A, Komisi
Yudisial dan/atau
Mahkamah
Agung wajib:
a. menaati
norma dan peraturan
perundangundangan;
b. menaati
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
dan
c. menjaga
kerahasiaan keterangan atau
informasi
yang
diperoleh.
(2) Kode
Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Yudisial
dan
Mahkamah Agung. (3) Pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) tidak
boleh mengurangi kebebasan
hakim dalam
memeriksa
dan memutus perkara.
(4) Ketentuan
mengenai pengawasan eksternal
dan
pengawasan internal
hakim diatur dalam
undangundang.
Pasal 13F
Dalam rangka
menjaga dan menegakkan
kehormatan,
keluhuran martabat,
serta perilaku hakim,
Komisi Yudisial
dapat menganalisis putusan
pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagai
dasar
rekomendasi
untuk melakukan mutasi hakim.
|
|||||||||||
Pasal 14
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara,
seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga
negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. bukan
bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia,
termasuk
organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat
langsung
ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi
G.30.S/PKI"
atau organisasi terlarang lainnya;
e. pegawai
negeri;
f. sarjana hukum atau sarjana lain yang
memiliki keahlian di bidang Tata
Usaha Negara;
g. berumur
serendah-rendahnya dua puluh lima tahun;
h.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara
diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya sepuluh tahun sebagai
Hakim pada
Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 14
(1) Untuk
dapat diangkat sebagai calon Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara,
seseorang
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun
1945;
d. sarjana hukum;
e. berumur
serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
f. sehat
jasmani dan rohani;
g.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. bukan
bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan
30
September/Partai Komunis Indonesia.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim,
harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Untuk
dapat diangkat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 14
(1) Untuk
dapat diangkat sebagai hakim
pengadilan tata
usaha negara, seseorang
harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
d. sarjana hukum;
e. lulus pendidikan hakim;
f. berwibawa,
jujur, adil, dan
berkelakuan tidak
tercela;
g. berusia
paling rendah 25
(dua puluh lima)
tahun
dan
paling tinggi 40 (empat puluh) tahun;
h. mampu
secara rohani dan jasmani
untuk
menjalankan
tugas dan kewajiban; dan
i. tidak
pernah dijatuhi pidana
penjara karena
melakukan kejahatan
berdasarkan putusan
pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi ketua atau
wakil ketua
pengadilan tata
usaha negara hakim
harus
berpengalaman paling
singkat 7 (tujuh)
tahun sebagai
hakim
pengadilan tata usaha negara.
Pasal 14A
(1) Pengangkatan hakim
pengadilan tata usaha
negara
dilakukan melalui
proses seleksi yang
transparan,
akuntabel,
dan partisipatif.
(2) Proses
seleksi pengangkatan hakim
pengadilan tata
usaha negara
dilakukan bersama oleh
Mahkamah
Agung
dan Komisi Yudisial.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
proses seleksi diatur
bersama
oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
|
|||||||||||
Pasal 15
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), huruf a
huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h;
b. berumur
serendah-rendahnya empat puluh tahun;
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya lima tahun sebagai Ketua atau
Wakil
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, atau sekurang-kurangnya
lima belas
tahun sebagai Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
diperlukan
pengalaman sekurang-kurangnya
sepuluh tahun sebagai Hakim pada Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara atau sekurang-kurangnya lima tahun bagi Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara yang pernah menjabat Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara.
(3) Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara
diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya delapan tahun sebagai
Hakim pada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau sekurang-kurangnya
tiga tahun
bagi Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang pernah
menjabat
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 15
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, seorang
Hakim
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d,
huruf f, dan huruf h;
b. berumur
serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua, Wakil Ketua
Pengadilan
Tata Usaha Negara, atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim
Pengadilan
Tata Usaha Negara;
d. lulus
eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara harus
berpengalaman sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau 3 (tiga) tahun bagi Hakim
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang pernah menjabat Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara.
(3) Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
harus
berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara atau 2 (dua) tahun bagi Hakim Pengadilan
Tinggi
Tata Usaha Negara yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara.”
|
Pasal 15
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim
pengadilan tinggi
tata usaha
negara, seorang hakim
harus memenuhi
syarat
sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 14
ayat
(1) huruf
a, huruf b,
huruf c, huruf
d, huruf f,
huruf
g, dan huruf h.
b. berumur paling rendah 40 (empat puluh)
tahun;
c. berpengalaman paling
singkat 5 (lima)
tahun
sebagai ketua,
wakil ketua pengadilan
tata usaha
negara, atau
15 (lima belas)
tahun sebagai hakim
pengadilan
tata usaha negara;
d. lulus
eksaminasi yang dilakukan
oleh Mahkamah
Agung;
dan
e. tidak
pernah dijatuhi sanksi
pemberhentian
sementara akibat
melakukan pelanggaran Kode
Etik
dan atau Pedoman Perilaku Hakim.
2) Untuk
dapat diangkat menjadi
ketua pengadilan
tinggi
tata usaha negara harus berpengalaman paling
singkat 5
(lima) tahun sebagai
hakim pengadilan
tinggi tata
usaha negara atau
3 (tiga) tahun
bagi
hakim pengadilan
tinggi tata usaha
negara yang
pernah menjabat
ketua pengadilan tata
usaha
negara.
(3) Untuk
dapat diangkat menjadi
wakil ketua
pengadilan tinggi
tata usaha negara
harus
berpengalaman paling
singkat 4 (empat)
tahun
sebagai hakim
pengadilan tinggi tata
usaha negara
atau
2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi tata
usaha negara
yang pernah menjabat
ketua
pengadilan
tata usaha negara.
|
|||||||||||
Pasal 16
(1) Hakim diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman
berdasarkanpersetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua
dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
|
Pasal 16
(1) Hakim
Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua
dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
Pasal 16
(1) Hakim
pengadilan diangkat oleh
Presiden atas usul
Ketua
Mahkamah Agung.
(1a) Hakim
pengadilan diberhentikan oleh
Presiden atas
usul Ketua
Mahkamah Agung dan/atau
Komisi
Yudisial
melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b) Usul
pemberhentian hakim yang
dilakukan oleh
Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1a) hanya
dapat dilakukan apabila
hakim yang
bersangkutan melanggar
Kode Etik dan
Pedoman
Perilaku
Hakim.
(2) Ketua
dan wakil ketua
pengadilan diangkat dan
diberhentikan
oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
|||||||||||
Pasal 17
(1)
Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaan; bunyi sumpah atau janji itu adalah
sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji
dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
memperoleh jabatan saya ini,
langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apa pun
juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun
juga".
"Saya bersumpah/berjanji
bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapa pun juga suatu
janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji
bahwa saya akan setia kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan
Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa, dasar negara, dan ideologi
nasional: Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang, serta peraturan
lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji
bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan
saya ini dengan jujur, seksama dan
dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya ini sebaik-baiknya dan seadiladilnya seperti layaknya bagi
seorang Ketua/Wakil Ketua/Hakim yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan
hukum dan keadilan".
(2) Wakil Ketua dan Hakim pada
Pengadilan Tata Usaha Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara.
(3) Wakil Ketua dan Hakim pada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara serta Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
(4) Ketua Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
Pasal 17
(1)
Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
Sumpah:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa
saya akan memenuhi kewajiban Hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
berbakti kepada nusa dan bangsa."
Janji:
"Saya
berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."
(3) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara.
(4) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara serta Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara diambil
sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
(5) Ketua Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
|
|||||||||||
Pasal 18
(1) Kecuali ditentuakan lain oleh
atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
a.
pelaksana putusan pengadilan;
b. wali pengampu, dan pejabat yang
berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksan olehnya;
c.
pengusaha.
(2) Hakim tidak boleh merangkap
menjadi penasihat hukum.
(3) Jabatan yang tidak boleh
dirangkap oleh Hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 18
(1) Kecuali ditentukan lain oleh
atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi:
a.
pelaksana putusan pengadilan;
b. wali, pengampu, dan pejabat
yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya;
c. pengusaha.
(2) Hakim tidak boleh merangkap
menjadi advokat.
(3) Jabatan yang tidak boleh
dirangkap oleh Hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
|
|
|||||||||||
Pasal 19
Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan
dengan hormat dari jabatannya karena :
a.
permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani
terus-menerus;
c. telah
berumur enam puluh tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
pada
Pengadilan Tata Usaha Negara dan enam puluh tiga tahun bagi
Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara;
d. ternyata tidak cakap dalam
menjalankan tugasnya.
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara.
|
Pasal 19
(1) Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a.
permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus
menerus;
c. telah
berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
d. ternyata tidak cakap dalam
menjalankan tugasnya.
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya oleh Presiden.
|
Pasal 19
(1) Ketua,
wakil ketua, dan
hakim pengadilan
diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya
karena:
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terus
menerus;
c. telah
berumur 65 (enam
puluh lima) tahun
bagi
ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan tata
usaha negara,
dan 67 (enam
puluh tujuh) tahun
bagi ketua,
wakil ketua, dan
hakim pengadilan
tinggi
tata usaha negara; dan/atau
d. ternyata
tidak cakap dalam
menjalankan
tugasnya.
(2) Ketua,
wakil ketua, dan
hakim pengadilan yang
meninggal dunia
dengan sendirinya diberhentikan
dengan
hormat dari jabatannya oleh Presiden
|
|||||||||||
Pasal 20
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah
melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c. terus menerus melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak
dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Pembentukan, susunan, dan tata
keda Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-sama
Menteri Kehakiman.
Pasal 21
Seorang
Hakim yang diberhentikan dari
jabatannya tidak dengan
sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri
|
Pasal 20
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan
diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah
melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c. terus menerus melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 18.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak
dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Ketentuan mengenai
pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara
pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua
Mahkamah Agung
Pasal 21
Seorang
Hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya
diberhentikan
sebagai pegawai negeri.
|
Pasal 20
(1) Ketua,
wakil ketua, dan
hakim pengadilan
diberhentikan tidak
dengan hormat dari
jabatannya
dengan
alasan:
a. dipidana
penjara karena melakukan
kejahatan
berdasarkan putusan
pengadilan yang telah
memperoleh
kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas
pekerjaannya
terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar
larangan sebagaimana dimaksudkan
dalam
Pasal 18; dan/atau
f. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
(2) Usul
pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) huruf
a diajukan oleh
Ketua Mahkamah Agung
kepada
Presiden.
(3) Usul
pemberhentian dengan alasan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf
b diajukan oleh
Mahkamah
Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul
pemberhentian dengan alasan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf
c, huruf d,
dan huruf e
diajukan
oleh Mahkamah Agung
(5) Usul
pemberhentian dengan alasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi
Yudisial.
(6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial
mengajukan usul
pemberhentian karena alasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
ayat (4), dan
ayat (5),
hakim pengadilan mempunyai
hak untuk
membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7) Majelis
Kehormatan Hakim sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(6) diatur sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 21
Dalam
hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan
dengan hormat
dari jabatannya karena
atas permintaan
sendiri secara
tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
19 ayat
(1) huruf a,
tidak dengan sendirinya
diberhentikan
sebagai
hakim
|
|||||||||||
Pasal 22
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1), dapat diberhentikan sementara
dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara atas
usul Menteri
Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah
Agung.
(2) Terhadap pengusulan
pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku juga
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
|
Pasal 22
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Terhadap pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku Juga ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
paling lama 6 (enam) bulan.
|
Pasal 22
(1) Ketua,
wakil ketua, dan
hakim pengadilan sebelum
diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d,
huruf e, dan
huruf f, dapat
diberhentikan
sementara dari
jabatannya oleh Ketua
Mahkamah
Agung.
(1a) Pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2) Terhadap
pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) berlaku
juga ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(3) Pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
|
|||||||||||
Pasal 23
(1) Apabila terhadap seorang Hakim
ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya
Hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.
(2) Apabila seorang Hakim dituntut
di muka Pengadilan Negeri dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
tanpa ditahan, maka ia dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.
|
|
|
|||||||||||
Pasal 24
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat,
pemberhentian
tidak dengan hormat, dan pemberhentaian sementara, serta hak-hak pejabat yang
terhadapnya dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|||||||||||
Pasal 25
(1) Kedudukan protokol Hakim
diatur dengan Keputusan Presiden.
(2) Tunjangan dan ketentuan
lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
|
|
Pasal 25
(1) Kedudukan protokol
hakim pengadilan diatur
sesuai
ketentuan
peraturan perundang-undangan
(2) Selain
mempunyai kedudukan protokoler,
hakim
pengadilan berhak
memperoleh gaji pokok,
tunjangan,
biaya
dinas, pensiun dan hak-hak lainnya.
(3) Tunjangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
berupa:
a. tunjangan jabatan; dan
b. tunjangan
lain berdasarkan peraturan
perundangundangan.
(4) Hak-hak
lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
berupa:
a. rumah jabatan milik negara;
b. jaminan kesehatan; dan
c. sarana transportasi milik negara.
(5) Hakim
pengadilan diberikan jaminan
keamanan dalam
melaksanakan
tugasnya.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
gaji pokok, tunjangan
dan hak-hak
lainnya beserta jaminan
keamanan bagi
ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan diatur
dengan
peraturan perundang-undanga
|
|||||||||||
Pasal 26
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat
persetujuan dari Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman.
(2) Dalam
hal :
a. Tertangkap tangan melakukan
tindak Pidana kejahatan, atau
b. disangka telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau
c. disangka telah melakukan tindak
pidana kejahatan terhadap keamanan
negara.
Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim dapat ditangkap tanpa perintah dan persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
Pasal 26
Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah
Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam
hal:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
mati; atau
c. disangka telah melakukan tindak
pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
|
|
|||||||||||
Pasal 27
(1) Pada setiap Pengadilan
ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan dibantu oleh seorang Wakil
Panitera, beberapa orang Panitera Muda, dan beberapa orang Panitera
Pengganti.
|
|
|
|||||||||||
Pasal 28
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga
negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
c. setia kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
d. serendah-rendahnya berijazah
sarjana muda hukum;
e. berpengalaman
sekurang-kurangnya empat tahun
sebagai Wakil Panitera atau tujuh tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tata
Usaha Negara, atau menjabat sebagai Wakil Panitera Pangadilan Tinggi Tata
Usaha Negara.
|
Pasal 28
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
c. setia kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah serendah-rendahnya sarjana
muda hukum;
e. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tata
Usaha Negara, atau menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara; dan
f. sehat
jasmani dan rohani.
|
Pasal 28
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
pengadilan tata
usaha negara,
seorang calon harus
memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah sarjana hukum;
e. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun sebagai
wakil panitera,
5 (lima) tahun
sebagai panitera muda
pengadilan tata
usaha negara, atau
menjabat sebagai
wakil
panitera pengadilan tinggi tata usaha negara;dan
f. mampu
secara rohani dan
jasmani untuk menjalankan
tugas
dan kewajiban.
|
|||||||||||
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, dan huruf c
b. berijazah sarjana hukum;
c. berpengalaman sekurang-kurangnya empat tahun sebagai Wakil Panitera atau delapan tahun sebagai Panitera
Muda Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, atau empat tahun sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara, seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f;
b. berijazah sarjana hukum; dan
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun sebagai Panitera Muda
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, atau 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha
Negara.”
|
Pasal 29
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
pengadilan tinggi
tata usaha
negara, seorang calon
harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f;
b. dihapus;
c. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun sebagai
wakil panitera,
5 (lima) tahun
sebagai panitera muda
pengadilan tinggi
tata usaha negara,
atau 3 (tiga)
tahun
sebagai
panitera pengadilan tata usaha negara.
|
|||||||||||
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera
Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya empat tahun sebagai Panitera
Muda atau enam tahun
sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 30
Untuk dapat
diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon
harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai Panitera Muda atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan
Tata Usaha Negara.”
|
Pasal 30
Untuk dapat
diangkat menjadi wakil
panitera pengadilan
tata usaha
negara, seorang calon
harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun sebagai
panitera muda
atau 4 (empat)
tahun sebagai panitera
pengganti
pengadilan tata usaha negara.
|
|||||||||||
Pasal 31
Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 huruf a, huruf b, dan huruf c;
b. berijazah
sarjana hukum;
c. berpengalaman
sekurang-kurangnya empat tahun sebagai Panitera Muda atau
tujuh tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara
atau empat tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan
Tata Usaha Negara, atau
menjabat sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha
Negara.
|
Pasal 31
Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
f;
b. berijazah
sarjana hukum; dan
c. berpengalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Muda, 5 (lima)
tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, 3 (tiga)
tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha
Negara, atau menjabat sebagai
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.”
|
Pasal 31
Untuk dapat
diangkat menjadi wakil
panitera pengadilan
tinggi tata
usaha negara, seorang
calon harus memenuhi
syarat
sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f;
b. dihapus;
c. berpengalaman paling
singkat 2 (dua)
tahun sebagai
panitera muda,
5 (lima) tahun
sebagai panitera
pengganti pengadilan
tinggi pengadilan tata
usaha
negara, 3
(tiga) tahun sebagai
wakil panitera pengadilan
tata usaha
negara, atau menjabat
sebagai panitera
pengadilan
tata usaha negara.
|
|||||||||||
Pasal 32
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai Panitera Pengganti
Pengadilan
Tata Usaha Negara
|
Pasal 32
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf f; dan
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera
Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara.”
|
Pasal 32
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
muda pengadilan
tata usaha
negara, seorang calon
harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 2 (dua)
tahun sebagai
panitera
pengganti pengadilan tata usaha negara.
|
|||||||||||
Pasal 33
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, dan d,
b. berpengalaman
sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai Panitera Pengganti
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara atau empat tahun sebagai Panitera Muda atau
delapan tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara,
atau menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara
.
Pasal 34
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara,
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya lima tahun sebagai
pegawai negeri pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 33
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf f; dan
b.berpengalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan tinggi tata usaha negara,3 (tiga) tahun sebagai panitera muda,5
(lima) tahun sebagai panitera pengganti pengailn tata usaha negara,atau
menjabat sebagai wakil panitera pengadilan tata usaha negara
Pasal 34
Untuk dapat
diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf f; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai
pegawai negeri pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
|
Pasal 33
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
muda pengadilan
tinggi tata
usaha negara, seorang
calon harus memenuhi
syarat
sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 2 (dua)
tahun sebagai
panitera pengganti
pengadilan tinggi tata
usaha negara,
3 (tiga)
tahun sebagai panitera
muda, 5 (lima)
tahun
sebagai panitera
pengganti pengadilan tata
usaha
negara,
atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan
tata
usaha negara.
Pasal 34
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
pengganti
pengadilan tata
usaha negara, seorang
calon harus
memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun sebagai
pegawai
negeri pada pengadilan tata usaha negara
|
|||||||||||
Pasal 35
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara, seorang, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, dan
huruf d;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya lima tahun sebagai
Panitera Pengganti
Pengadilan
Tata Usaha Negara atau sepuluh tahun sebagai pegawai negeri
pada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
|
Pasal 35
Untuk
dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara,
seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf f; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai
Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara atau 8 (delapan) tahun
sebagai pegawai negeri padaPengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
|
Pasal 35
Untuk dapat
diangkat menjadi panitera
pengganti
pengadilan tinggi
tata usaha negara,
seorang calon harus
memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf
a,
huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun sebagai
panitera pengganti
pengadilan tata usaha
negara atau 8
(delapan) tahun
sebagai pegawai negeri
pada pengadilan
tinggi
tata usaha negara
|
|||||||||||
Pasal 36
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan
undang-undang, Panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan
pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai
Panitera.
(2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi penasihat
hukum.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera
selain jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) diatur lebih
lanjut oleh Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah
Agung.
|
Pasal 36
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan
undang-undang, Panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan
pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai
Panitera.
(2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera
selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut oleh Mahkamah Agung.
|
Pasal 36
Panitera
tidak boleh merangkap menjadi:
a. wali;
b. pengampu;
c. advokat; dan/atau
d. pejabat peradilan lainnya.
|
|||||||||||
Pasal 37
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan
Panitera Pengganti diangkat dari diberhentikan dari jabatannya oleh
Menteri Kehakiman.
|
Pasal 37
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan
Panitera Pengganti Pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh
Mahkamah Agung.
|
|
|||||||||||
Pasal 38
Sebelum memangku jabatannya, Panitera, Wakil
Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti diambil sumpah atau janjinya
menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang
bersangkutan; bunyi sumpah atau janji itu adalah sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh
bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung,
dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun".
"Saya bersumpah/belanji bahwa saya, untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-sekali
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji
atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia
kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional;
Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain
yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa
akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama dan dengan tidak
membedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, seperti layaknya bagi seorang Panitera/Wakil
Panitera/Panitera Muda/Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam
menegakkan hukum dan keadilan".
|
Pasal 38
(1) Sebelum memangku jabatannya, Panitera, Wakil
Panitera, Panitera Muda, dan
Panitera Pengganti diambil sumpah atau janji menurut
agamanya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh
bahwa saya, untuk memperoleh
jabatan ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada siapapun juga.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan
atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia
kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan
menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak
membedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, seperti layaknya bagi seorang Panitera,
Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur
dalam menegakkan hukum dan keadilan”.
|
Pasal 38A
Panitera, wakil
panitera, panitera muda,
dan panitera
pengganti pengadilan
tata usaha negara
diberhentikan
dengan
hormat dengan alasan:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. sakit jasmani atau rohani secara terus
menerus;
d. telah
berumur 60 (enam
puluh) tahun bagi
panitera,
wakil panitera,
panitera muda, dan
panitera pengganti
pengadilan
tata usaha negara;
e. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun
bagi panitera,
wakil panitera,
panitera muda, dan
panitera pengganti
pengadilan
tinggi tata usaha negara; dan/atau
f. ternyata tidak cakap dalam menjalankan
tugasnya.
Pasal 38B
Panitera, wakil
panitera, panitera muda,
dan panitera
pengganti pengadilan
diberhentikan tidak dengan
hormat
dengan
alasan:
a. dipidana
penjara karena melakukan
kejahatan
berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan
hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan
kewajiban dalam menjalankan
tugas
pekerjaannya
terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar
larangan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
36; dan/atau
f. melanggar kode etik panitera
|
|||||||||||
Pasal 39
Tugas
serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja keparliteraan
Pengadilan
diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
|
Pasal 39A
Pada
setiap Pengadilan Tata Usaha Negara ditetapkan adanya Jurusita.
|
|
|||||||||||
Pasal 41
Jabatan
Sekretaris Pengadilan dirangkap oleh Panitera
Pasal 42
Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang
calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
d. serendah-rendahnya berijazah
sadana muda hukum
atau sarjana muda
administrasi;
e. berpengalaman di bidang administrasi
peradilan.
Pasal 43
Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf a, huruf b, huruf c,
dan
huruf e;
b. berijazah sadana hukum atau sarjana
administrasi.
|
Pasal 39B
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi Jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun
1945;
d. berijazah
serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum;
e.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Jurusita Pengganti;
dan
f. sehat
jasmani dan rohani.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi Jurusita Pengganti, seorang calon harus memenuhi
syarat
sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf
f; dan
b. berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri
pada
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 39 C
(1)
Jurusita Pengadilan Tata Usaha Negara diangkat dan diberhentikan oleh
Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
(2)
Jurusita Pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan yang
bersangkutan.
Pasal 39 D
(1) Sebelum memangku jabatannya, Jurusita atau
Jurusita Pengganti wajib diambil sumpah atau janji menurut agamanya oleh
Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh
bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau
pemberian.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia
kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan
menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membedakan
orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, seperti
layaknya bagi seorang Jurusita atau Jurusita
Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan”.
Pasal 39e
(1).Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan
undang-undang, Jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan
pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri
berkepentingan.
(2).Jurusita tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3).Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Jurusita
selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih
lanjut oleh Mahkamah Agung
Pasal 42
Untuk
dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tata Usaha
Negara,
seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945;
d.
berijazah serendah-rendahnya sarjana muda hukum atau sarjana muda
administrasi;
e.
berpengalaman di bidang administrasi pengadilan; dan
f.
sehat jasmani dan rohani.
|
Pasal 39B
(1) Untuk
dapat diangkat menjadi
jurusita, seorang calon
harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah pendidikan menengah;
e. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun
sebagai
juru sita pengganti; dan
f. mampu
secara rohani dan
jasmani untuk
menjalankan
tugas dan kewajiban.
(2) Untuk
dapat diangkat menjadi
juru sita pengganti,
seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 3 (tiga)
tahun
sebagai pegawai
negeri pada pengadilan tata usaha
negara
Ketentuan
Pasal 41 dihapus
Pasal 42
Untuk dapat
diangkat menjadi wakil
sekretaris pengadilan
tata usaha
negara, seorang calon
harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia
kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
berijazah sarjana hukum atau
sarjana administrasi;
e. berpengalaman paling
singkat 2 (dua)
tahun di bidang
administrasi
peradilan; dan
f. mampu
secara rohani dan
jasmani untuk menjalankan
tugas
dan kewajiban.
Pasal
43
Untuk dapat
diangkat menjadi wakil
sekretaris pengadilan
tinggi tata
usaha negara, seorang
calon harus memenuhi
syarat-syarat
sebagai berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
42
huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b. berpengalaman paling
singkat 4 (empat)
tahun di
bidang
administrasi peradilan.
|
|||||||||||
Pasal 44
Wakil Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Kehakiman.
|
Pasal 44
Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah
Agung.
|
|
|||||||||||
Pasal 45
Sebelum
memangku jabatannya, Sekretaris, Wakil Sekretaris diambil sumpah atau
janjinya menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang
bersangkutan; bunyi sumpah atau janji itu adalah sebagai berikut Saya
bersumpah/berjanji :
"bahwa saya, untuk diangkat menjadi Sekretaris/Wakil
Sekretaris, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, negara, dan pemerintah".
"bahwa saya akan menaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang
dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab."
"bahwa saya akan senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Sekretaris/Wakil Sekretaris,
serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan".
"bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan"
.
"bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".
|
Pasal 45
(1).Sebelum memangku jabatannya, Sekretaris dan Wakil
Sekretaris diambil sumpah atau janji menurut agamanya oleh Ketua Pengadilan
yang bersangkutan.
(2).Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbunyi sebagai berikut:
“ Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Sekretaris/Wakil Sekretaris akan setia dan
taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, negara dan pemerintah.”
“ Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan
tanggungjawab.”
“ Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan
senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
Sekretaris/Wakil Sekretaris, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan.”
“ Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang
rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus saya rahasiakan.”
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan bekerja
dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara. “
|
|
|||||||||||
Pasal 46
(1). Sekretaris Pengadilan bertugas menyelenggarakan
administrasi umum Pengadilan.
(2). Tugas serta tanggung jawab, susanan organisasi, dan
tata kerja sekretariat diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman.
Pasal 51
(1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus
sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga
bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus
di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili
antara
Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.
(3) Pengadilan
Tinggi Tata Usaha
Ngara bertugas dan
berwenang memeriksa,
memutus,
dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketaTata Usaha Negara
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48.
(4) Terhadap
putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara
sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (3) dapat diajukan permohonan kasasi.
Pasal 52
(1) Ketua Pengadilan melakukan pengawasan atas
pelaksanaan tugas dan tingkah
laku
Hakim, Panitera, dan Sekretaris di daerah hukumnya.
(2) Selain
tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
Ketua Pengadilan Tinggi
Tata Usaha
Negara di daerah
hukumnya melakukan pengawasan
terhadap
jalannya
peradilan di tingkat Pengadilan Tata Usaha
Negara dan menjaga agar
peradilan
diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2)
Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk,teguran, dan peringatan
yang
dipandang perlu.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) tidak
boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksaa danmemutus sengketa
Tata Usaha
Negara.
|
Pasal 46
(1).Sekretaris Pengadilan bertugas menyelenggarakan
administrasi umum Pengadilan.
(2).Ketentuan mengenai tugas serta tanggung jawab,
susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat diatur lebih lanjut dengan Keputusan
oleh Mahkamah Agung
|
Pasal 51A
(1) Pengadilan
wajib memberikan akses
kepada
masyarakat untuk
memperoleh informasi yang
berkaitan dengan
putusan dan biaya
perkara dalam
proses
persidangan.
(2) Pengadilan
wajib menyampaikan salinan
putusan
kepada para
pihak dalam jangka
waktu paling lambat
14 (empat
belas) hari kerja sejak putusan diucapkan.
(3) Apabila
pengadilan tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2),
ketua pengadilan
dikenai sanksi sebagaimana
diatur
dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
(1) Ketua
pengadilan melakukan pengawasan
atas
pelaksanaan
tugas hakim.
(1a)Ketua Pengadilan
selain melakukan pengawasan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) juga mengadakan
pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas dan
perilaku
panitera,
sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya.
(2) Selain
tugas melakukan pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (1a), ketua pengadilan
tinggi tata
usaha negara di
daerah hukumnya
melakukan pengawasan
terhadap jalannya peradilan
di
tingkat
pengadilan tata usaha negara dan menjaga agar
peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan
sewajarnya.
(3) Dalam
melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1) dan ayat
(1a) ketua pengadilan
dapat
memberikan
petunjuk, teguran, dan peringatan.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat
(1a), dan
ayat (2) tidak
boleh mengurangi kebebasan
hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara.
|
|||||||||||
Pasal 53
(1). Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan
agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau
rehabilitasi.
(2). Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu
mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;
c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan
keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan
keputusan tersebut.
Pasal 107
Hakim menentukan
apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian
pembuktian, dan
untuk sahnya pembuktian
diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat
bukti
berdasarkan keyakinan Hakim
|
Pasal 53
(1).Orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan
batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau
direhabilitasi.
(2).Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
|
Pasal 107 A
(1) Dalam
memeriksa dan memutus
perkara, hakim harus
bertanggung jawab
atas penetapan dan
putusan yang
dibuatnya.
(2) Penetapan
dan putusan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
harus memuat pertimbangan hukum
hakim
yang didasarkan
pada alasan dan
dasar hukum yang
tepat dan
benar.
|
|||||||||||
Pasal 116
(1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh
Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari.
(2) Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf
c, dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan tergugat
melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
(4) Jika tergugat masih tetap tidak mau melaksanakannya,
Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang
jabatan.
(5) Instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), dalam waktu dua bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua
Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
(6) Dalam hal instansi atasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5), maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut
melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
Pasal 118
(1) Dalam hal putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (1) berisi kewajiban bagi tergugat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat (9), ayat (10), dan ayat (11), pihak ketiga yang belum
pernah ikut serta atau diikutsertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang
bersangkutan menurut ketentuan Pasal 83 dan ia khawatir kepentingannya akan
dirugikan dengan dilaksanakannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap itu dapat mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan
tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa itu pada tingkat pertama.
(2) Gugatan perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), hanya dapat diajukan pada saat sebelum putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap itu dilaksanakan dengan memuat alasan-alasan
tentang permohonannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56; terhadap permohonan perlawanan itu berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 dan Pasal 63.
(3) Gugatan perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dengan sendirinya mengakibatkan ditundanya pelaksanaan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut.
Pasal 135
(1) Dalam
hal Pengadilan memeriksa
dan memutus perkara
Tata Usaha Negara
tertentu
yang memerlukan kealdian
khusus, maka Ketua Pengadilan dapat
menunjuk seorang Hakim Ad Hoc sebagai Anggota
Majelis.
(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Hakim Ad Hoc
seseorangharus memenuhi syaratsyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) kecuali huruf e dan huruf
f.
(3) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) huruf c tidak berlaku
bagi Hakim
Ad Hoc.
(4) Tata cara penunjukkan Hakim Ad Hoc pada
Pengadilansebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) diatur dengan peraturan Pemerintah.
|
Pasal 116
(1). Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh
Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari.
(2). Dalam hal 4 (empat) bulan setelah
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3). Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf
c, dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan tergugat
melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
(4). Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap
pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah
uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(5). Pejabat yang tidak melaksanakan putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa
cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
|
Pasal 116
(1) Salinan
putusan pengadilan yang
telah memperoleh
kekuatan hukum
tetap, dikirimkan kepada
para pihak
dengan surat
tercatat oleh panitera
pengadilan
setempat atas
perintah ketua pengadilan
yang
mengadilinya dalam
tingkat pertama selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari kerja.
(2) Apabila
setelah 60 (enam
puluh) hari kerja
putusan
pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan
hukum
tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diterima
tergugat tidak
melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat (9)
huruf
a,
keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu
tidak
mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3) Dalam
hal tergugat ditetapkan
harus melaksanakan
kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
97 ayat
(9) huruf
b dan huruf
c, dan kemudian
setelah 90
(sembilan
puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut
tidak dilaksanakan, maka
penggugat mengajukan
permohonan kepada
ketua pengadilan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), agar
pengadilan
memerintahkan tergugat
melaksanakan putusan
pengadilan
tersebut.
(4) Dalam
hal tergugat tidak
bersedia melaksanakan
putusan pengadilan
yang telah memperoleh
kekuatan
hukum tetap,
terhadap pejabat yang
bersangkutan
dikenakan upaya
paksa berupa pembayaran
sejumlah
uang
paksa dan/atau sanksi administratif.
(5) Pejabat
yang tidak melaksanakan putusan
pengadilan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada
media massa
cetak setempat oleh
panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(3).
(6) Di
samping diumumkan pada
media massa cetak
setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat
(5), ketua
pengadilan harus
mengajukan hal ini
kepada Presiden
sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi
untuk memerintahkan pejabat
tersebut melaksanakan
putusan pengadilan,
dan kepada lembaga
perwakilan
rakyat
untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Pasal 135
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc,
seseorang
harus memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
14 ayat (1) kecuali huruf d, huruf e, dan huruf h.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat
(1)
huruf c tidak berlaku bagi hakim ad hoc.
(3) Tata
cara pelaksanaan ketentuan
ayat (1) dan
ayat (2)
diatur
dalam peraturan perundang-undangan
|
|||||||||||
Pasal 143
(1) Untuk pertama kali pada saat Undang-undang ini
mulai berlaku Menteri Kehakiman setelah mendengan pendapat Ketua Mahkamah
Augng mengatur pengisian jabatan Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera, Wakil
Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, dan Wakil Sekretaris pada Pengadilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
(2) Pengangkatan dalam jabatan Ketua, Wakil Ketua,
Hakim, Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, dan Wakil
Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyimpang dari
persyaratan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pasal 144
Undang-undang
ini dapat disebut "Undang-undang Peradilan Administrasi Negara".
|
Pasal 143A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan
perundang-undangan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
|
Pasal 144A
(1) Dalam
menjalankan tugas peradilan,
peradilan tata
usaha
negara dapat menarik biaya perkara.
(2) Penarikan
biaya perkara sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1)
wajib disertai dengan
tanda bukti pembayaran
yang
sah.
(3) Biaya perkara sebagaimana pada ayat (1)
meliputi biaya
kepaniteraan
dan biaya proses penyelesaian perkara.
(4) Biaya
kepaniteraan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(3), merupakan
penerimaan negara bukan
pajak yang
ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Biaya
proses penyelesaian perkara
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (3) dibebankan
pada pihak atau
para pihak
yang berperkara yang
ditetapkan oleh
Mahkamah
Agung (6)
Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas
biaya
perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa
oleh Badan
Pemeriksa Keuangan sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 144B
(1) Setiap
pejabat peradilan dilarang menarik
biaya selain
biaya perkara
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 144A
ayat (3).
(2) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dikenai
sanksi pemberhentian
tidak dengan
hormat sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
20 dan Pasal 38B.
Pasal
144C
(1) Setiap
orang yang tersangkut
perkara berhak
memperoleh
bantuan hukum.
(2) Negara
menanggung biaya perkara
bagi pencari
keadilan
yang tidak mampu.
(3) Pihak
yang tidak mampu
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
harus melampirkan surat
keterangan tidak
mampu dari
kelurahan tempat domisili
yang
bersangkutan.
Pasal
144D
(1) Pada setiap pengadilan tata usaha negara
dibentuk pos
bantuan hukum
untuk pencari keadilan
yang tidak
mampu
dalam memperoleh bantuan hukum.
(2) Bantuan
hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
diberikan secara
cuma-cuma kepada semua
tingkat
peradilan sampai
putusan terhadap perkara
tersebut
mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan
sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal II
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
|
|||||||||||
|
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
|
||||||||||||
Komentar
Posting Komentar